Enam Emiten Melanggar Ketentuan Pasar
Modal
Jakarta, hukumonline.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) agaknya tidak main-main dengan emiten yang
nakal. Saat ini, Bapepam tengah meningkatkan koordinasi dengan Kepolisian
Republik Indonesia (Polri). Koordinasi itu dilakukan guna memproses kegiatan
illegal yang dilakukan keenam emiten yang merugikan pemodal.
Kegiatan
illegal keenam emiten tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal. Keenam emiten tersebut adalah: PT Daya Guna Samudra Tbk (PT
DGS), PT Bintuni Minaraya Tbk (PT BMR), PT Super Mitory Utama Tbk (PT SMU), PT
Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (PT DSS), PT Semen Cibinong Tbk (PT SC), dan PT
Bakrie Finance Corporation Tbk (PT BFC).
Wajar
jika Bapepam memproses kegiatan keenam emiten ini. Pasalnya, semakin banyak
pengaduan dari pemodal dari dalam dan luar negeri yang telah dirugikan oleh
keenam emiten tersebut.
Melanggar
prinsip keterbukaan
Selain
PT SC, lima dari keenam emiten tersebut telah melanggar prinsip keterbukaan di
pasar modal. Kelimanya tidak menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan periode 31
Desember 1999 tepat pada waktunya.
Keterlambatan
menyampaikan laporan lima emiten ini agaknya terkait dengan ketidakberesan
dalam laporan keuangan. Atas kelalaiannya, kelima emiten ini mendapatkan sanksi denda dan sanksi administratif. Sanksi
ini disebutkan dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Bapepam
Herwidiyatmo pada Kamis (31/8).
Selain
itu, PT DGS dan PT BMR juga terbukti tidak melaporkan kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat informasi material berupa tidak tertagihnya
piutang alihan yang menyebabkan timbulnya kewajiban kepada PT Bank Mandiri
(Persero)/Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Total kewajiban keduanya
senilai AS$87,3 juta.
Prinsip
keterbukaan itu diatur dalam Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa prinsip
keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik,
dan pihak lain yang tunduk dengan undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi
material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.
Transaksi
mengandung benturan kepentingan
Sementara
itu, selain melanggar prinsip keterbukaan, ditemukan adanya transaksi yang
mengandung benturan kepentingan pada PT SMU dan PT DSS.
Pada
kasus PT SMU, transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut berupa
perjanjian pembayaran utang (novasi) antara PT SMU dengan PT Multikarsa
Investama. Transaksi itu tidak dilakukan sesuai dengan Peraturan Nomor IX.E.1
tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
Sementara
itu pada kasus PT DSS, benturan kepentingan terjadi atas transaksi PT DSS
dengan PT Dharmala Inti Utama. Transaksi tersebut tidak pernah dimintakan
persetujuan pemegang saham independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut
ketentuan Peraturan Nomor IX.E.1, sebelum diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam
Nomor Kep-32/PM/2000, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan
ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris,
atau pemegang saham utama Perusahaan.
Setelah
diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam tersebut, benturan kepentingan juga
mencakup perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan pihak terafiliasi
dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama.
Melanggar
prinsip akuntansi yang berlaku umum
Selain
pelanggaran-pelanggaran di atas, Bapepam juga mencatat adanya pelanggaran
terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pelanggaran itu berupa tidak
berhati-hati dalam menentukan pengakuan pendapatan bunga sebesar
Rp133.000.000.000 dalam laporan keuangan per 30 September 1999 yang dilakukan
PT BFC.
Sementara
itu, pelanggaran yang dilakukan PT SC adalah tidak berhati-hati dalam mengelola
keuangan perseroan, khususnya berkenaan dengan penempatan dana jangka pendek
atau investasi lain-lain sebesar AS$250 juta. Ketidakhati-hatian tersebut
berpengaruh pada kelangsungan hidup perseroan dan menyebabkan auditor tidak
memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31
Desember 1999.
Prinsip akuntansi
yang berlaku umum diatur dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1995. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa laporan keuangan yang
disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Di
dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) tersebut dinyatakan bahwa prinsip akuntansi
yang berlaku umum adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar
Modal.
Selain
itu, di dalam ayat (2) pasal tersebut diatur bahwa Bapepam dapat menentukan
ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal. Pengaturan tersebut diberikan
apabila belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di pasar modal. Misalnya dalam
rangka memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai
hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik.
Analisis :
Bapepam
harus lebih tegas dalam menghadapi permasalahan seperti ini. Pelanggar harus
diberikan sanksi tegas. Semua emiten harus menjalankan kegiatan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar