Pagi ini menunjukkan pukul 06.00. Dimas bangun dari tempat tidurnya yang sangat berantakan.. Hari ini dimas libur kuliah dia mempunya janji dengan temannya bernama adel, panji, dan rian untuk makan dan nonton bersama. Lalu si dimas pun beranjak mandi dan rapi rapi dia memakai baju yang terkeren yang dia miliki dengan stylish ala ala korea. Lalu dimas langsung pergi ke tempat makan yang sudah dijanjikan yaitu di "kafetaria smooth", Disana sudah ada rian,adel,dan panji yang sudah memanggil manggil nama dimas dari kejauhan, lalu yernyata si panji membawa temannya bernama isna dan ternyata si isna itu adalah guru les privatnya dimas di sebuah tempat les yang bernama "Smart English". Akhirnya dimas pun jatuh cinta dan mereka akhirnya sepakat untuk berpacaran.. Bagaimana tidak setelah pacaran nilai dimas selalu bagus dalam ujian.. Padahal dimas tidak pintar sekali dalam berbahasa inggris, tetapi nilainya selalu saja bagus dari yang lainnya. Karena isnalah yang memberikan nilai untuk dimas agar dimas dapat lulus ujian secara cepat. Dan karena pada hari sebelum sebelumnya isna telah memberikan soal untuk dipelajari oleh dimas. Bagaimana tidak enak sekali bukan si dimas, membuat teman temannya iri karena dimas selalu mendapatkan bocoran dari isna.. Dan teman temannya pun protes dan mengatakan :
Dinda : eh lo tau gk ai dimas tuh ya dapet bocoran terus dari si isna.. Enak ya jadi dimas gk perlu susah susah buat pelajarin semuanya.
Alysa : oh iya ini nih yang namanya benturan kepentingan bukan sih?
Dinda : benturan kepentingan yang mana?
Alysa : ituloh benturan kepentingan yang suka diajarin bu ana di matakuliah etika profesi matkul softskill..
Dinda : yahhh mana gue tau gue aja gk pernah tau apa yg dia ajarin ke gue..
Alysa : gimana si din... Makannya jgn tidur terus kalau bu ana lagi ngajarin.
ini cerpenku mana cerpenmu??..
Senin, 22 Desember 2014
Minggu, 21 Desember 2014
CONTOH KASUS FRAUD AUDITING PERUSAHAAN
MULTIKULTURAL
Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.
Penelitian
COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang
diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu
sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan
kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7%
dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam
kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau
harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus SEC tersebut
menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam
kecurangan.
Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis
mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan
karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang
sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera
ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus
terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi
kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk
mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta
pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu
pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”
Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan
kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa:
· Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua
ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah
$100juta.
· Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus
dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
· SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat
pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan
SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari
60% di antaranya divonis bersalah.
· Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60%
dari kasus.
· Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan
umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat,
komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan
yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata kelola
perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik
terkait dewan direktur yang diamati.
· Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang
terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti
dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak
terlibat.
· Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya
kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar
16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah
pengumuman.
· Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen
Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3
persen.
· Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering
mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan
aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan
yang tidak terlibat kecurangan.
Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi:
Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari
University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan
Terry L. Neal dari University of Tennessee. Penelitian ini meng-update
penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk
kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO,
mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan
dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk
menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat
memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan
keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan diperiksa dalam
penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan
Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih
lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut
dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”
Kesimpulan :
Fraud dalam perusahaan seharusnya
dapat dicegah dengan dilakukan auditing secara berkala yang dilakukan oleh
pihak independen. Auditing perlu dilakukan untuk mencegah sekaligus memperbaiki
sistem yang sudah berjalan. Dan juga untuk menjaga nama baik perusahaan dimata
investor.
KASUS FRAUD ACCOUNTING
PERUSAHAAN MULTIKULTURAL DILUAR NEGRI
Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc.
sebagai kasus fraud yang me-legenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di
Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang
masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Phar Mor
Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan
bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy
Code. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di
hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan 23,000 orang
karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan, furniture,
electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top
manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan
laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Satu
set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report),
sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory
yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only.
Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar –
berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk
jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi
sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah. Dalam
mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut
staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut
yang kemudian dipromosikan menjadi Vice President bidang financial
dan kontroler, yang dikemudian hari ternyata terbukti turut terlibat
aktif dalam fraud tersebut.
Analisis :
Untuk meningkatkan hasil audit
sebaiknya perusahaan melibatkan pemerintahan dalam hal audit perusahaan. Pihak
independen pun juga patut dilibatkan, agar kegiatan audit dapat terlaksana
dengan semestinya dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Sumber :
PERKEMBANGAN
ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA
Pada tugas kali ini
saya akan menjelaskan tentang “Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia” yang
dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung
Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas
menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:
1. Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri
Kemanusiaan)
2. Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan
Kesejahteraan Sosial); dan
3. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat mutlak dapat
diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila
sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku
setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah
asas-asas Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka
praktek-praktek bisnis dapat dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral
sistem Ekonomi Pancasila.
Di Indonesia,
berkembangnya profesi Akuntan sudah berjalan mulai dari masa kolonial Belanda.
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan
adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu
pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan
secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan
akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
Profesi Akuntan asli
Indonesia juga dimulai pada orde lama
dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17
Oktober 1957, Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs.
Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem
memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu
organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi
dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan
kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959. Dimana setelah
hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada
awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika
Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.
Pada akhir tahun 1976
Presiden Republik Indonesia dalam suratkeputusannya nomor 52/1976, menetapkan
pasar modal yang pertama kali sejakmemasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar
modal di Indonesia, kebutuhanakan profesi akuntan publik meningkat pesat.
Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan
modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian
pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik. Menurut Katjep
dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia”
yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa
profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa
catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan
sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan
publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang
bernaung dibawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi
akuntan publik,adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI
inilah yang mengatur tentang etika profesi akuntansi, dimana semua anggotanya
dapat menjalankan tugas sebagai akuntan baik akuntan publik, akuntan yang
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Kesimpulan :
Syarat mutlak dapat
diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila
sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku
setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Di Indonesia,
berkembangnya profesi Akuntan sudah berjalan mulai dari masa kolonial Belanda.
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan
adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Sampai sekarang
seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,adalah seksi akuntan
manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI inilah yang mengatur tentang etika
profesi akuntansi.
Sumber :
Enam Emiten Melanggar Ketentuan Pasar
Modal
Jakarta, hukumonline.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) agaknya tidak main-main dengan emiten yang
nakal. Saat ini, Bapepam tengah meningkatkan koordinasi dengan Kepolisian
Republik Indonesia (Polri). Koordinasi itu dilakukan guna memproses kegiatan
illegal yang dilakukan keenam emiten yang merugikan pemodal.
Kegiatan
illegal keenam emiten tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal. Keenam emiten tersebut adalah: PT Daya Guna Samudra Tbk (PT
DGS), PT Bintuni Minaraya Tbk (PT BMR), PT Super Mitory Utama Tbk (PT SMU), PT
Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (PT DSS), PT Semen Cibinong Tbk (PT SC), dan PT
Bakrie Finance Corporation Tbk (PT BFC).
Wajar
jika Bapepam memproses kegiatan keenam emiten ini. Pasalnya, semakin banyak
pengaduan dari pemodal dari dalam dan luar negeri yang telah dirugikan oleh
keenam emiten tersebut.
Melanggar
prinsip keterbukaan
Selain
PT SC, lima dari keenam emiten tersebut telah melanggar prinsip keterbukaan di
pasar modal. Kelimanya tidak menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan periode 31
Desember 1999 tepat pada waktunya.
Keterlambatan
menyampaikan laporan lima emiten ini agaknya terkait dengan ketidakberesan
dalam laporan keuangan. Atas kelalaiannya, kelima emiten ini mendapatkan sanksi denda dan sanksi administratif. Sanksi
ini disebutkan dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Bapepam
Herwidiyatmo pada Kamis (31/8).
Selain
itu, PT DGS dan PT BMR juga terbukti tidak melaporkan kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat informasi material berupa tidak tertagihnya
piutang alihan yang menyebabkan timbulnya kewajiban kepada PT Bank Mandiri
(Persero)/Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Total kewajiban keduanya
senilai AS$87,3 juta.
Prinsip
keterbukaan itu diatur dalam Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa prinsip
keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik,
dan pihak lain yang tunduk dengan undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi
material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.
Transaksi
mengandung benturan kepentingan
Sementara
itu, selain melanggar prinsip keterbukaan, ditemukan adanya transaksi yang
mengandung benturan kepentingan pada PT SMU dan PT DSS.
Pada
kasus PT SMU, transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut berupa
perjanjian pembayaran utang (novasi) antara PT SMU dengan PT Multikarsa
Investama. Transaksi itu tidak dilakukan sesuai dengan Peraturan Nomor IX.E.1
tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
Sementara
itu pada kasus PT DSS, benturan kepentingan terjadi atas transaksi PT DSS
dengan PT Dharmala Inti Utama. Transaksi tersebut tidak pernah dimintakan
persetujuan pemegang saham independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut
ketentuan Peraturan Nomor IX.E.1, sebelum diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam
Nomor Kep-32/PM/2000, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan
ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris,
atau pemegang saham utama Perusahaan.
Setelah
diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam tersebut, benturan kepentingan juga
mencakup perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan pihak terafiliasi
dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama.
Melanggar
prinsip akuntansi yang berlaku umum
Selain
pelanggaran-pelanggaran di atas, Bapepam juga mencatat adanya pelanggaran
terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pelanggaran itu berupa tidak
berhati-hati dalam menentukan pengakuan pendapatan bunga sebesar
Rp133.000.000.000 dalam laporan keuangan per 30 September 1999 yang dilakukan
PT BFC.
Sementara
itu, pelanggaran yang dilakukan PT SC adalah tidak berhati-hati dalam mengelola
keuangan perseroan, khususnya berkenaan dengan penempatan dana jangka pendek
atau investasi lain-lain sebesar AS$250 juta. Ketidakhati-hatian tersebut
berpengaruh pada kelangsungan hidup perseroan dan menyebabkan auditor tidak
memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31
Desember 1999.
Prinsip akuntansi
yang berlaku umum diatur dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1995. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa laporan keuangan yang
disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Di
dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) tersebut dinyatakan bahwa prinsip akuntansi
yang berlaku umum adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar
Modal.
Selain
itu, di dalam ayat (2) pasal tersebut diatur bahwa Bapepam dapat menentukan
ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal. Pengaturan tersebut diberikan
apabila belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di pasar modal. Misalnya dalam
rangka memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai
hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik.
Analisis :
Bapepam
harus lebih tegas dalam menghadapi permasalahan seperti ini. Pelanggar harus
diberikan sanksi tegas. Semua emiten harus menjalankan kegiatan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Sumber
:
Langganan:
Postingan (Atom)