Profil
Singkat mohammad Hatta
Mohammad hatta dilahirkan di kota Bukittinggi, Sumatera
Barat tangal 12 Agustus 1902 dari pasangan keluarga H. Mohammad Djamil (Ayah)
dan Siti Saleha (Ibu). Sewaktu kecil, Mohammad Hatta sering
dipanggil Mohammad Athar, dan ketika masa perjuangan kemerdekaan, beliau lebih
populer dengan panggilan Bung Hatta, yang pada saat itu bermakna “saudara
seperjuangan”.
Beliau menikah di usia 42 tahun dengan
Rahmi yang kemudian dianugerahi tiga orang puteri yaitu: Meutia, Gemala, dan
Halida. Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di
tengah-tengah rakyat, di Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Pendidikan dasar (SR) dan sekolah menengah (MULO) diselesaikan di Padang, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School dan tamat tahun 1921. Walaupun beliau ditawari pekerjaan dengan gaji yang cukup tinggi, tapi ditolaknya karena beliau ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke negeri Belanda di Rotterdamse Handelschogenschool. Disinilah Bung Hatta mulai berkecimpung dalam organisasi pemuda yang saat itu diketuai oleh Dr. Soetomo (Bung Tomo).
Ketika kembali ke Indonesia, beliau aktif dalam dunia pers sebagai anggota Dewan Redaksi “Hindia Poetra” dan majalah Daulat Rakyat. Di masa-masa inilah Bung Hatta berkenalan dengan Bung Karno (Ir. Soekarno). Perjuangan Bung Hatta tidak mungkin kita lupakan begitu saja, karena memiliki nilai sejarah yang sangat berarti bagi negara dan bangsa Indonesia.
Pendidikan dasar (SR) dan sekolah menengah (MULO) diselesaikan di Padang, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School dan tamat tahun 1921. Walaupun beliau ditawari pekerjaan dengan gaji yang cukup tinggi, tapi ditolaknya karena beliau ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke negeri Belanda di Rotterdamse Handelschogenschool. Disinilah Bung Hatta mulai berkecimpung dalam organisasi pemuda yang saat itu diketuai oleh Dr. Soetomo (Bung Tomo).
Ketika kembali ke Indonesia, beliau aktif dalam dunia pers sebagai anggota Dewan Redaksi “Hindia Poetra” dan majalah Daulat Rakyat. Di masa-masa inilah Bung Hatta berkenalan dengan Bung Karno (Ir. Soekarno). Perjuangan Bung Hatta tidak mungkin kita lupakan begitu saja, karena memiliki nilai sejarah yang sangat berarti bagi negara dan bangsa Indonesia.
Beliau adalah figur yang sedikit bicara
tetapi lebih banyak berbuat. Oleh karena itu, Bung Hatta tidak hanya disegani
oleh rakyat Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain, terutama dalam era
perjuangan kemerdekaan. Bahkan beliau lebih disegani dan dikagumi karena
kemampuannya menggalang masyakat internasional dengan menguasai bahasa asing,
seperti bahasa Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman. Bung Hatta selain Wakil
Presiden RI pertama, beliau pernah menyamar sebagai co-pilot ke India
untuk bertemu dengan Gandhi dan Jawaharlal Nehru. Sebagai seorang pejuang
kemerdekaan, Bung Hatta mengalami penangkapan dan pembuangan oleh pemerintah
Belanda, antara lain ke Tanah Merah, Digul, ke Banda Neira, kemudian ke
Sukabumi, sebelum Belanda menyerah kepada Jepang tahun 1942.
Pada dasarnya, penangkapan dan pembuangan Bung Hatta disebabkan oleh penolakannya atas bujukan Belanda untuk bekerja sama. Bung Hatta dikenal sebagai seorang yang sangat memegang teguh kedisiplinan, kesederhanaan, keimanan, dan ketakwaan yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, rasa kasih dan tidak kasar, bersih serta jujur, dan selalu berorientasi pada rakyat kecil dan lemah.
Pada dasarnya, penangkapan dan pembuangan Bung Hatta disebabkan oleh penolakannya atas bujukan Belanda untuk bekerja sama. Bung Hatta dikenal sebagai seorang yang sangat memegang teguh kedisiplinan, kesederhanaan, keimanan, dan ketakwaan yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, rasa kasih dan tidak kasar, bersih serta jujur, dan selalu berorientasi pada rakyat kecil dan lemah.
Beliau sangat suka membaca, rajin membeli buku, punya jadwal
khusus untuk membaca dan menulis di perpustakaan pribadi sehingga pada akhirnya
beliau meninggalkan puluhan ribu buku milik pribadi dan berbagai tulisan yang
tersebar di dalam maupun di luar negeri.
Berikut
sepenggal kisah Bung Hatta tentang disiplin yang dikutip dari Seri Dimata
(Pribadi
Manusia Hatta)
Membagi
Disiplin Masyarakat
Bung
Hatta dari kecil hidup sangat rapi dan teratur. Segalanya diatur dengan rapi,
begitu juga uang jajan sehari-hari yang diperolehnya. Uangnya disusun begitu
rupa, di atas meja tulis beliau, agar nantinya kalau sudah cukup dimasukkan ke Postpaarbank
(bank tabungan pos). Menurut beliau, dari uang itulah ia bisa membeli buku-buku
untuk meneruskan sekolahnya.
Bila
ada yang menukar susunan uang itu, maka beliau pasti tahu. Begitu juga dengan
barang-barang lainnya. Beliau tidak mau acak-acakan.
Menyoal
kedisiplinan, menurut beliau dalam masyarakat ada tiga golongan. Pertama,
golongan yang berdisiplin dan teratur. Kedua, golongan yang acak-acakan dan
mengikuti angin. Ketiga, golongan yang sama sekali tidak mau berdisiplin atau
bernorma.
Jadi,
kita harus menempatkan tiap-tiap orang dalam golongan yang mana, agar kita
dengan dada lega menghadapi tiap-tiap golongan mereka itu.
Mohammad
Hatta dan Koperasi
Perhatian beliau yang
dalam terhadap penderitaan rakyat kecil mendorongnya untuk mempelopori Gerakan
Koperasi yang pada prinsipnya bertujuan memperbaiki nasib golongan miskin dan
kelompok ekonomi lemah. Karena itu Bung Hatta diangkat menjadi Bapak Koperasi
Indonesia. Gelar ini diberikan pada saat Kongres Koperasi Indonesia di Bandung
pada tanggal 17 Juli 1953.
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi,
mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki dasar
konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang
menyebutkan bahwa: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha
yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu
sering dikemukakan oleh Bung Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal
tersebut.
Ketertarikannya kepada sistem koperasi
agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia,
khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah
sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional.
Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat
yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu
koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip
efisiensi.
Koperasi juga bukan sebuah komunitas
tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud
untuk menarik mereka menjadi anggota koperasi, setelah merasakan manfaat
berhubungan dengan koperasi. Dengan cara itulah sistem koperasi akan
mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku
ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih
bersandar kepada kerja sama atau koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang
kompetitif itu sendiri.
Di Indonesia, Bung Hatta sendiri
menganjurkan didirikannya 3 macam koperasi. Pertama, adalah koperasi konsumsi
yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah koperasi
produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan).
Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil
guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta juga menganjurkan
pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan
bahan baku dan pemasaran hasil. Menurut Bung Hatta, tujuan koperasi bukanlah
mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan
wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa
koperasi itu identik dengan usaha skala kecil.
0 komentar:
Posting Komentar