Senin, 22 Desember 2014

Cerpen Etika Profesi

Diposting oleh Mirna Saputri di 12/22/2014 11:46:00 PM 0 komentar
Pagi ini menunjukkan pukul 06.00. Dimas bangun dari tempat tidurnya yang sangat berantakan.. Hari ini dimas libur kuliah dia mempunya janji dengan temannya bernama adel, panji, dan rian untuk makan dan nonton bersama. Lalu si dimas pun beranjak mandi dan rapi rapi dia memakai baju yang terkeren yang dia miliki dengan stylish ala ala korea. Lalu dimas langsung pergi ke tempat makan yang sudah dijanjikan yaitu di "kafetaria smooth", Disana sudah ada rian,adel,dan panji yang sudah memanggil manggil nama dimas dari kejauhan, lalu yernyata si panji membawa temannya bernama isna dan ternyata si isna itu adalah guru les privatnya dimas di sebuah tempat les yang bernama "Smart English". Akhirnya dimas pun jatuh cinta dan mereka akhirnya sepakat untuk berpacaran.. Bagaimana tidak setelah pacaran nilai dimas selalu bagus dalam ujian.. Padahal dimas tidak pintar sekali dalam berbahasa inggris, tetapi nilainya selalu saja bagus dari yang lainnya. Karena isnalah yang memberikan nilai untuk dimas agar dimas dapat lulus ujian secara cepat. Dan karena pada hari sebelum sebelumnya isna telah memberikan soal untuk dipelajari oleh dimas. Bagaimana tidak enak sekali bukan si dimas, membuat teman temannya iri karena dimas selalu mendapatkan bocoran dari isna.. Dan teman temannya pun protes dan mengatakan :
Dinda : eh lo tau gk ai dimas tuh ya dapet bocoran terus dari si isna.. Enak ya jadi dimas gk perlu susah susah buat pelajarin semuanya.
Alysa : oh iya ini nih yang namanya benturan kepentingan bukan sih?
Dinda : benturan kepentingan yang mana?
Alysa : ituloh benturan kepentingan yang suka diajarin bu ana di matakuliah etika profesi matkul softskill..
Dinda : yahhh mana gue tau gue aja gk pernah tau apa yg dia ajarin ke gue..
Alysa : gimana si din... Makannya jgn tidur terus kalau bu ana lagi ngajarin.
 ini cerpenku mana cerpenmu??..

Minggu, 21 Desember 2014

Contoh Kasus Fraud Accounting di Perusahaan Multikultural

Diposting oleh Mirna Saputri di 12/21/2014 03:26:00 PM 0 komentar
CONTOH KASUS FRAUD AUDITING PERUSAHAAN MULTIKULTURAL

Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.
Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam kecurangan.
Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”
Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
· Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
· Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
· SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
· Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
· Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan direktur yang diamati.
· Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
· Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
· Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
· Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.
Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee. Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”

Kesimpulan :
Fraud dalam perusahaan seharusnya dapat dicegah dengan dilakukan auditing secara berkala yang dilakukan oleh pihak independen. Auditing perlu dilakukan untuk mencegah sekaligus memperbaiki sistem yang sudah berjalan. Dan juga untuk menjaga nama baik perusahaan dimata investor.




Contoh Kasus Fraud Accounting Perusahaan Multikulturalk Di Luar Negeri

Diposting oleh Mirna Saputri di 12/21/2014 03:20:00 PM 0 komentar
KASUS FRAUD ACCOUNTING
PERUSAHAAN MULTIKULTURAL DILUAR NEGRI

Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang me-legenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan  23,000 orang karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan, furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Satu set  laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report), sedangkan  satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only. Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar – berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah. Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian dipromosikan menjadi Vice President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari  ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut.

Analisis :
Untuk meningkatkan hasil audit sebaiknya perusahaan melibatkan pemerintahan dalam hal audit perusahaan. Pihak independen pun juga patut dilibatkan, agar kegiatan audit dapat terlaksana dengan semestinya dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Sumber :

Perkembangan Etika Bisnis dan Profesi di Indonesia

Diposting oleh Mirna Saputri di 12/21/2014 03:10:00 PM 0 komentar
PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI DI INDONESIA
Pada tugas kali ini saya akan menjelaskan tentang “Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia” yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:

1.   Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2.   Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial); dan
3.   Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.


Di Indonesia, berkembangnya profesi Akuntan sudah berjalan mulai dari masa kolonial Belanda. Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah. 

Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama  dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957,  Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.

Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam suratkeputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejakmemasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhanakan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik. Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung dibawah IAI. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI inilah yang mengatur tentang etika profesi akuntansi, dimana semua anggotanya dapat menjalankan tugas sebagai akuntan baik akuntan publik, akuntan yang bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

Kesimpulan :
Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Di Indonesia, berkembangnya profesi Akuntan sudah berjalan mulai dari masa kolonial Belanda. Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Sampai sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik,adalah seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik. IAI inilah yang mengatur tentang etika profesi akuntansi.





Sumber :

Contoh Kasus Benturan Kepentingan

Diposting oleh Mirna Saputri di 12/21/2014 02:53:00 PM 0 komentar
Enam Emiten Melanggar Ketentuan Pasar Modal

Jakarta, hukumonline. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) agaknya tidak main-main dengan emiten yang nakal. Saat ini, Bapepam tengah meningkatkan koordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Koordinasi itu dilakukan guna memproses kegiatan illegal yang dilakukan keenam emiten yang merugikan pemodal.

Kegiatan illegal keenam emiten tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Keenam emiten tersebut adalah: PT Daya Guna Samudra Tbk (PT DGS), PT Bintuni Minaraya Tbk (PT BMR), PT Super Mitory Utama Tbk (PT SMU), PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk (PT DSS), PT Semen Cibinong Tbk (PT SC), dan PT Bakrie Finance Corporation Tbk (PT BFC).
Wajar jika Bapepam memproses kegiatan keenam emiten ini. Pasalnya, semakin banyak pengaduan dari pemodal dari dalam dan luar negeri yang telah dirugikan oleh keenam emiten tersebut.
Melanggar prinsip keterbukaan
Selain PT SC, lima dari keenam emiten tersebut telah melanggar prinsip keterbukaan di pasar modal. Kelimanya tidak menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan periode 31 Desember 1999 tepat pada waktunya. 
Keterlambatan menyampaikan laporan lima emiten ini agaknya terkait dengan ketidakberesan dalam laporan keuangan. Atas kelalaiannya, kelima emiten ini mendapatkan  sanksi denda dan sanksi administratif. Sanksi ini disebutkan dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Bapepam Herwidiyatmo pada Kamis (31/8).
Selain itu, PT DGS dan PT BMR juga terbukti tidak melaporkan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat informasi material berupa tidak tertagihnya piutang alihan yang menyebabkan timbulnya kewajiban kepada PT Bank Mandiri (Persero)/Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Total kewajiban keduanya senilai AS$87,3 juta.
Prinsip keterbukaan itu diatur dalam Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk dengan undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.
Transaksi mengandung benturan kepentingan
Sementara itu, selain melanggar prinsip keterbukaan, ditemukan adanya transaksi yang mengandung benturan kepentingan pada PT SMU dan PT DSS.
Pada kasus PT SMU, transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut berupa perjanjian pembayaran utang (novasi) antara PT SMU dengan PT Multikarsa Investama. Transaksi itu tidak dilakukan sesuai dengan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
Sementara itu pada kasus PT DSS, benturan kepentingan terjadi atas transaksi PT DSS dengan PT Dharmala Inti Utama. Transaksi tersebut tidak pernah dimintakan persetujuan pemegang saham independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut ketentuan Peraturan Nomor IX.E.1, sebelum diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-32/PM/2000, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama Perusahaan.
Setelah diubah dengan Keputusan Ketua Bapepam tersebut, benturan kepentingan juga mencakup perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama.
Melanggar prinsip akuntansi yang berlaku umum
Selain pelanggaran-pelanggaran di atas, Bapepam juga mencatat adanya pelanggaran terhadap prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pelanggaran itu berupa tidak berhati-hati dalam menentukan pengakuan pendapatan bunga sebesar Rp133.000.000.000 dalam laporan keuangan per 30 September 1999 yang dilakukan PT BFC.
Sementara itu, pelanggaran yang dilakukan PT SC adalah tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan perseroan, khususnya berkenaan dengan penempatan dana jangka pendek atau investasi lain-lain sebesar AS$250 juta. Ketidakhati-hatian tersebut berpengaruh pada kelangsungan hidup perseroan dan menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Konsolidasi 31 Desember 1999.
Prinsip akuntansi yang berlaku umum diatur dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995. Di dalam ketentuan tersebut diatur bahwa laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Di dalam penjelasan Pasal 69 ayat (1) tersebut dinyatakan bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan praktik akuntansi lainnya yang lazim berlaku di Pasar Modal.
Selain itu, di dalam ayat (2) pasal tersebut diatur bahwa Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal. Pengaturan tersebut diberikan apabila belum mencakup hal-hal yang dibutuhkan di pasar modal. Misalnya dalam rangka memenuhi asas keterbukaan, Bapepam dapat menetapkan ketentuan mengenai hal tersebut secara khusus untuk melindungi kepentingan publik.

Analisis  :
Bapepam harus lebih tegas dalam menghadapi permasalahan seperti ini. Pelanggar harus diberikan sanksi tegas. Semua emiten harus menjalankan kegiatan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Sumber :
 

Welcome... Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea